Sabtu, 07 Maret 2015

pertambangan minyak

13882286091124971286
Sumur minyak pertama Riau. Dokumen pribadi.
Meski sering mondar-mandir disekitar ladang minyak Riau dari Pekanbaru, Minas, Duri sampai Dumai, saya tidak terlalu memperhatikan apa yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan minyak disana. Yang jelas ada sumur minyak, kilang minyak dan pipa-pipa raksasa sepanjang jalan. Untuk keperluan lomba tentang Mengenal Tambang Lebih Dekat ini akhirnya saya menyimak cerita suami tentang seluk beluk pertambangan minyak. Semoga bermanfaat.
GARIS BESAR
Secara garis besar, proses penambangan minyak dimulai dengan penggalian sumur, memisahkan minyak, gas dan air, lalu mengekspornya dalam bentuk minyak mentah atau diolah menjadi bahan bakar siap pakai.
Saat ini hanya Pertamina yang berhak mengolah minyak mentah menjadi siap pakai karena UUD 1945 mengatur bahwa yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Hasil olahan minyak mentah dengan mutu tertinggi adalah avtur, sementara yang terendah adalah aspal. Diantara keduanya masih ada bensin, solar dan minyak tanah.
Kelihatannya sederhana ya, tetapi sesungguhnya memerlukan kerjasama tim yang terdiri dari para sarjana geologi, pertambangan, teknik kimia, teknik sipil, elektro, mekanikal dan sebagainya. Para sarjana geologi bertanggung jawab terhadap pemetaan kemungkinan kandungan minyak bumi. Sarjana pertambangan bertanggung jawab dalam pengeboran atau eksplorasi. Sarjana teknik kimia bertanggung jawab dalam proses pengolahan. Sarjana teknik sipil menyediakan fasilitas dan pembuatan sumur.  Sarjana elektro bertanggung jawab terhadap suplai power. Sedangkan sarjana mekanikal bertanggung jawab terhadap fasilitas pemipaan dan kilang. Ya, pertambangan minyak perlu banyak keahlian untuk menaikkan minyak dari dalam tanah, lalu mengolahnya agar bisa digunakan masyarakat.
MINYAK RIAU
Pertambangan minyak Riau yang merupakan pertambangan pertama di Sumatra yang berhasil diekspor dan Minas merupakah ladang minyak yang terbesar yang pernah ditemukan di Asia Tenggara. Minas terkenal dengan jenis minyak terbaik karena memiliki kadar belerang yang rendah.
Meski sudah didirikan NPPM (N.V Nederlansche Pacific Petroleum Maatschaapij) sejak tahun 1924, tapi baru pada tahun 1950 lah minyak Minas diekspor melalui Sungai Siak di Perawang melalui PT Caltex Pacific Oil Company (CPOC).
Masa keemasan minyak di daerah ini mulai tampak dengan ditemukannya ladang-ladang minyak baru. Peta baru dibuat dengan nama Kangaroo Block karena bentuknya yang seperti Kanguru. Diluar itu, CPOC yang berubah menjadi PT Caltex Pacific Indonesia (CPI) juga mengeksplorasi  Coastal Plains Pekanbaru Block (CPP Block) dan Mount Front Kuantan Block (MFK Block).
Saat ini, Caltex sudah berubah lagi menjadi PT Chevron Pacific Indonesia. Selain itu ada beberapa perusahaan pertambangan minyak lain seperti PT Siak Bumi Pusako, Kondur Petroleum, PT Pertamina, dan sebagainya.
13882394931452093041
Kapal pengangkut minyak. Dokumen pribadi.
ALUR PERTAMBANGAN MINYAK
Ketika sumur pertama kali dioperasikan, yang berarti cadangan minyaknya masih banyak, menaikkan minyak dari perut bumi itu mudah saja, dibor biasa seperti mengebor sumur, hanya saja dengan kedalaman yang berbeda. Minyak yang dihasilkan disebut sebagai primary recovery.
Setelah lama ditambang, cadangan minyak menipis sehingga perlu usaha lebih keras dengan menggunakan sistem injeksi sampai kedalaman reservoir. Cadangan minyak didalam bumi itu menempel di bebatuan atau kerak sehingga dengan injeksi diharapkan minyak bisa terangkat ke permukaan. Ada dua jenis injeksi. Untuk light crude oil di Minas cukup menggunakan air panas. Sedangkan untuk heavy crude oil seperti di Duri harus menggunakan injeksi uap (steam). Duri Steam Flood adalah sistem injeksi uap terbesar didunia. Hasil dari sistem injeksi ini disebut dengan secondary recovery.
Minyak yang naik dari sumur itu masih berupa campuran minyak (10-15%), air dan gas. Campuran itu lalu dikirim menggunakan pipa raksasa ke gathering station untuk dipisahkan. Gas masih dipakai, ditampung dan dikompresi, untuk menaikkan kadar oktan. Jika sudah tidak terpakai gas akan dibakar. Kobaran api diatas pipa itu sering bisa kita lihat dari jalan umum. Sedangkan airnya akan digunakan untuk proses injeksi berikutnya.
Karena masih mengandung berbagai bahan campuran yang berbahaya, pipa berbahan carbon steel ini dilengkapi dengan jalan pemeliharaan sepanjang pipa. Proses tersebut menggunakan banyak bahan kimia, karenanya limbah proses itu tidak boleh dibuang sembarangan. Limbah tersebut ditampung di kolam-kolam, diproses lagi sampai tidak berbahaya untuk dibuang.
Setelah proses pemisahan selesai, minyak mentah dialirkan ke Dumai, kota pelabuhan Riau di tepi selat Malaka. Sebagian dari minyak mentah itu diolah oleh Pertamina disana dan sebagian lagi langsung diekspor menggunakan kapal-kapal tanker ke seluruh dunia.
Perlu diketahui, panjang pipa minyak mentah di Riau ini sekitar 1000 kilometer. Pipa minyak mentah inilah yang sering diberitakan dirusak orang dengan maksud mencuri minyak mentah tersebut. Pipa ini sesungguhnya sangat berbahaya karena bertekanan tinggi. Jika ada oil spill sedikit saja, langsung seluruh kegiatan di-shut down untuk perbaikan. Apa yang dilakukan orang-orang tak bertanggung jawab itu dapat merugikan masyarakat sekitar. Beberapa waktu lalu ada yang terbakar karena kegiatan ilegal tersebut.

pertambangan timah

Aktivitas penambangan timah di Indonesia telah berlangsung lebih dari 200 tahun, dengan jumlah cadangan yang cukup besar. Cadangan timah ini, tersebar dalam bentangan wilayah sejauh lebih dari 800 kilometer, yang disebut The Indonesian Tin Belt. Bentangan ini merupakan bagian dari The Southeast Asia Tin Belt, membujur sejauh kurang lebih 3.000 km dari daratan Asia ke arah Thailand, Semenanjung Malaysia hingga Indonesia. 
 
Di Indonesia sendiri, wilayah cadangan timah mencakup Pulau Karimun, Kundur, Singkep, dan sebagian di daratan Sumatera (Bangkinang) di utara terus ke arah selatan yaitu Pulau Bangka, Belitung, dan Karimata hingga ke daerah sebelah barat Kalimantan. Penambangan di Bangka, misalnya, telah dimulai pada tahun 1711, di Singkep pada tahun 1812, dan di Belitung sejak 1852. Namun, aktivitas penambangan timah lebih banyak dilakukan di Pulau Bangka, Belitung, dan Singkep (PT Timah, 2006). Kegiatan penambangan timah di pulau-pulau ini telah berlangsung sejak zaman kolonial Belanda hingga sekarang. 
 
Dari sejumlah pulau penghasil timah itu, Pulau Bangka merupakan pulau penghasil timah terbesar di Indonesia. Pulau Bangka yang luasnya mencapai 1.294.050 ha, seluas 27,56 persen daratan pulaunya merupakan area Kuasa Penambangan (KP) timah. Area penambangan terbesar di pulau ini dikuasai oleh PT Tambang Timah, yang merupakan anak perusahaan PT Timah Tbk. Mereka menguasai area KP seluas 321.577 ha. Sedangkan PT Kobatin, sebuah perusahaan kongsi yang sebanyak 25 persen sahamnya dikuasai PT Timah dan 75 persen lainnya milik Malaysia Smelting Corporation, menguasai area KP seluas 35.063 ha (Bappeda Bangka, 2000). Selain itu terdapat sejumlah smelter swasta lain dan para penambang tradisional yang sering disebut tambang inkonvensional ( TI ) yang menambang tersebar di darat dan laut Babel. Permasalahan Penambangan timah yang telah berlangsung ratusan tahun itu belum mampu melahirkan kesejahteraan bagi rakyat. Padahal, cadangan timah yang ada kian menipis pula.
 
Tak heran, jika kemudian pertambangan timah di Bangka Belitung membawa dampak sosial berupa masalah kemiskinan dan kecemburuan sosial di sekitar wilayah pertambangan. Hal krusial yang memantik masalah itu muncul karena potensi timah yang berlimpah itu belum diatur secara optimal. Sehingga pendapatan berlimpah dari aktivitas penambangan pada akhirnya belum mampu mendukung bagi terwujudnya kemakmuran rakyatnya. Salah satu penyebabnya adalah terjadinya penyelundupan timah yang dilakukan melalui aktivitas penambangan illegal. Pemberian ijin tambang inkonvesional (TI) di Bangka Belitung telah mengurangi pendapatan negara dan daerah akibat terjadinya penyeludupan, serta mengancam terkurasnya ketersediaan cadangan timah di Bangka Belitung. Pemberian izin TI mungkin mendukung usaha pertambangan PT Timah sebagai BUMN dan PT Kobatin, sebab kedua perusahaan tersebut tidak perlu membuka area penambangan baru. Namun, keberadaan TI ini pada akhirnya justru memperburuk ketersediaan logam timah di Bangka Belitung dan membuat rusak lingkungan wilayah Bangka Belitung karena penambangan dilakukan di semua tempat. Mestinya, pemerintah pusat dan daerah serta BUMN di bidang pertambangan timah berperan lebih besar agar hasil penambangan seluruhnya masuk ke kas negara.
 
Bila kondisi seperti itu terwujud, jumlah produksi timah Indonesia bisa menyamai bahkan melampaui Cina yang mencapai 130.000 ton per tahun. Berdasarkan data tahun 2007, melalui penambangan legal, Indonesia menghasilkan timah sebesar 71.610 ton per tahun. Dari penambangan ilegal, sebanyak 60.000 ton per tahun. Kerugian Negara Akibat Penyelundupan Timah Pihak intelijen Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung, pada tahun 2006 melaporkan, nilai penyelundupan timah di Bangka Belitung mencapai sekitar Rp 10 miliar per bulan. Penyelundupan timah terjadi berkali-kali dan seolah menjadi suatu kelaziman. Pada akhir 2005, pernah terjadi penyelundupan timah sebanyak 714 karung pasir timah, atau senilai Rp 1 miliar. Timah yang diselundupkan ke luar wilayah Indonesia, umumnya berasal dari tambang-tambang rakyat (TI). Awalnya, penambang mitra PT Timah masih menjual seluruh hasil tambang timahnya ke PT Timah. Namun, godaan harga yang lebih tinggi dari pembeli lain membuat penjualan timah ke PT Timah menurun. Penambang TI menjadi marak setelah UU Otonomi Daerah disahkan dan Keputusan Menperindag No. 146/MPP/Kep/4/1999 tertanggal 22 April 1999 menyatakan timah dikategorikan sebagai barang bebas. Pemda Bangka Belitung kemudian menerbitkan Perda No. 6/2001 tentang Pengelolaan Pertambangan Umum, Perda No. 20/2001 tentang Penetapan dan Pengaturan Tatalaksana Perdagangan barang Strategis, Perda No. 21/2001 tentang Pajak Pertambangan Umum dan Mineral Ikutan Lainnya. Semua peraturan ini untuk melegitimasi pembukaan tambang inkonvensional dengan tujuan mengatrol pendapatan daerah yang mandiri. Terkait hal ini, Juru Bicara PT Timah, Dwi Agus, menyatakan kebijakan otonomi daerah membawa dampak buruk bagi PT Timah. Sebab, ujar Dwi, muncul saingan usaha.
 
Di sisi lain, pengawasan penuh konsesi terutama di darat tak bisa dilakukan karena juga meliputi daerah-daerah hutan. Dengan demikian, banyak kebocoran di lapangan yang dilakukan mitra. Jika timah diselundupkan ke luar negeri, tentu negara tidak mendapatkan royalti dan pajak, dan pemegang KP ditunggangi penambang. Kerugian lain pemerintah meliputi dana reklamasi dan pungutan lain yang diatur dalam Perda, yang tidak dibayar oleh penambang liar. Sejak penertiban timah ilegal dilakukan besar-besaran pada bulan Oktober 2006, harga logam timah di pasar dunia terus meningkat. Tercatat harga logam timah di London Metal Exchange (LME) dan Kualalumpur Tin Market berkisar pada level 13.000 dolar/ton, meningkat dari harga sebelumnya sekitar 8.000 dolar/ton. Hal ini karena pasar dunia logam timah terjadi kekurangan pasokan, karena Indonesia (PT Timah Tbk) hanya memasok 5.500 ton/bulan. Sementara negara-negara pemasok logam timah lainnya seperti Malaysia, Singapura dan Thailand tidak mempunyai kemampuan produksi yang besar. Menurut Dirut PT Timah pada tahun 2007, Thobrani Alwi, sebelumnya PT Timah mengekspor hanya 5.500 ton/bulan. Pada Januari 2007, PT Timah hanya mengirim 3.500 ton, sehingga harga meningkat. Namun, stok timah dunia masih banyak sekitar 9.000 hingga 10.000 ton. Selanjutnya, Indonesia sudah mulai mampu mempengaruhi harga logam timah dunia pasca penertiban timah ilegal.
 
Pembeli yang sebelumnya membeli komoditi ini dari Singapura, Malaysia dan Thailand mulai minta pasokan dari PT Timah Tbk. Akan tetapi, saat ini PT Timah mendahulukan customer-customer yang sudah lama bermitra dengan PT Timah. Andai sebelumnya pemain-pemain pertimahan di Indonesia mengikuti aturan, pasti Indonesia sejak dulu bisa menjadi price maker. Diharapkan ke depan, Indonesia dapat memegang harga timah dunia, bila perlu Kualalumpur Tin Market yang menentukan patokan harga timah saat ini, pindah ke Jakarta atau Bangka menjadi Jakarta Tin Market atau Bangka Tin Market. Sebelumnya, jika kebutuhan timah dunia mencapai 120.000 ton maka 60.000 ton dikeluarkan Malaysia, Indonesia hanya 60.000 ton secara legal. Padahal, 60.000 ton yang dijual oleh Malaysia sebagian besar adalah timah dari Indonesia. Oleh karena itu, ke depan pelaku-pelaku bisnis timah harus dapat mengekspor sesuai peraturan. Dengan harga timah tinggi, pemerintah akan mendapat royalti dan pajak lebih besar. Selain pasokan berkurang di pasar dunia, kenaikan harga juga dipicu oleh konsumsi timah pada industri yang menggunakan bahan dasar timah saat ini semakin meningkat. Kemudian, kalangan industri mulai memerhatikan unsur kesehatan dan lingkungan.
 
Pendapatan PT Timah Pendapatan PT Timah pada tahun 2008 adalah Rp. 9,053 Triliyun, pendapatan ini meningkat jika dibandingkan pendapatan tahun 2007, yakni Rp 8, 542 Triliyun atau sekitar 906.932 Juta USD. Sedangkan di tahun 2006, pendapatan PT Timah sekitar Rp. 4, 076 Triliyun. Dari tahun 2006 hingga tahun 2008, tren pendapatan PT Timah memang terus mengalami peningkatan. Artinya royalti dan pajak serta deviden yang diterima negara pun meningkat. Tabel 1. Produksi Timah Indonesia Sumber: PT Timah Tbk. Tabel 1 di atas memperlihatkan produksi timah Indonesia yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Melalui PT Timah, Indonesia pun memperoleh pendapatan yang terus meningkat. Khusus 2006, 2007, dan 2008 keuntungan bersih PT Timah masing-masing adalah Rp 208 miliar, Rp 1,7 triliun, dan Rp 2 triliun.
Dengan peningkatan keuntungan yang begitu besar, ditambah lagi dengan dampak ekonomi dan efek multiplier dari aktivitas pertambangan timah, seharusnya negara mendapat manfaat yang besar dan kesejahteraan rakyat Babel juga meningkat. Namun di sisi lain, aktivitas penambangan timah ilegal dan penyelundupan timah pun marak terjadi. Transaksi penyelundupan timah tersebut nilainya mencapai Rp 10 miliar per bulan (Kejati Babel, 2006). Dari nilai tersebut, tidak satu rupiah pun masuk menjadi kas negara. Artinya, negara dirugikan Rp 10 Miliar per bulan, ditambah lagi cadangan timah terus menipis akibat aktivitas penambangan ilegal merajalela. Sementara itu, faktor harga akan selalu mempengaruhi pendapatan PT Timah serta besarnya royalti dan pajak yang masuk sebagai kas negara. Harga tertinggi logam timah dunia selama tahun 2008 adalah US$ 25.500/ton dan terendah adalah US 10.000/ton. Harga rata-rata timah tahun 2008 adalah sebesar US$ 18,512/ton atau meningkat 27 % dari harga rata-rata logam timah dunia tahun 2007 yang sebesar US$ 14,529/ton Menurunnya harga logam timah pada triwulan keempat 2008 terpengaruh oleh arus krisis ekonomi global yang menyebabkan berkurangnya permintaan logam timah. Perkiraan banyak analis, harga timah tahun 2009 akan berada pada kisaran US$ 13.000 per ton, menurun dibandingkan tahun 2008 (Majalah Kontan, 2009). Diharapkan dengan harga yang terus membaik seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi dunia, pendapatan PT Timah juga akan terus meningkat. Cadangan dan Potensi Ekonomi Timah Nasional Berdasarkan informasi dari US Geological Survey 2006, disebutkan bahwa cadangan terukur timah di Indonesia adalah sekitar 800.000 sampai 900.000 ton. Dengan tingkat produksi rata-rata sekitar 60.000 ton/tahun, atau setara dengan 90.000 ton/tahun pasir timah, cadangan tersebut akan mampu bertahan sekitar 10 – 12 tahun lagi, atau hingga tahun 2017 – 2019. Pada harga rata-rata US$ 20.000/ton (diasumsikan sebagai harga rata-rata timah selama 8 tahun ke depan), sumber daya timah ini menyimpan potensi ekonomi dengan nilai sekitar US$ 18 miliar atau sekitar Rp 190 triliun.
 
Belum lagi jika multiplier effect dari industri timah ini diperhitungkan maka potensi ekonomi tambang timah Babel menjadi semakin besar untuk dapat berperan meningkatkan PDB, pendapatan negara dan daerah, serta kesejahteraan rakyat, khususnya di Babel. Ketersediaan timah yang semakin menipis seharusnya diperhitungkan pemerintah pusat, khususnya Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM), serta pemerintah daerah setempat. Sebab, industri timah dengan tingkat produksi yang berlangsung 4–5 tahun belakangan ini, berkontribusi sangat signifikan bagi pertumbuhan ekonomi Babel. Di masa mendatang, tingkat produksi timah lambat laun pasti menurun. Oleh sebab itu, pemerintah harus memperhitungkan keberlanjutan ekonomi masyarakat Bangka Belitung sejak produksi menurun hingga cadangan timah habis. Jika industri timah berakhir, sedang sumber penggerak ekonomi alternatif tidak tersedia maka kesejahteraan masyarakat akan berkurang atau bahkan angka kemiskinan pasti bertambah. Berikut ini adalah data cadangan timah yang dikelola PT Timah. Tabel 2. Luas KP dan Cadangan Timah
 
Sumber: PT Timah Tbk.
 
Pada Tabel 2 kita melihat bahwa cadangan timah Indonesia memang semakin menipis. Oleh sebab itu, seharusnya pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengamankan produksi, menyediakan cadangan nasional masa depan, sekaligus menggunakannya untuk mengendalikan harga. Salah satu yang penting adalah membatasi dan menetapkan batas maksimum atau kuota produksi timah nasional setiap tahun, misalnya 75.000 ton per tahun
 
Ini perlu dilakukan terutama untuk pengendalian harga dan proteksi kebutuhan jangka panjang dalam negeri. Pemerintah harus berupaya mengantisipasi habisnya sumber daya timah dengan pengaturan regulasi. Misalnya, jalur ekspor harus dari satu pintu, yakni PT Timah yang telah ditunjuk sebagai BUMN yang menggarap sektor ini, termasuk mengembalikan eksplorasi hanya kepada PT Timah. Kemudian, PT Timah lebih fokus mengatur kuota produksi dan menghadapi persaingan produsen timah dari negara lain di pasar internasional. Penegakan hukum dan penerapan sanksi juga sangat penting untuk mengamankan kebijakan pemerintah dalam industri timah nasional. Indonesia kini merupakan negara produsen timah terbesar ke-2 di dunia, setelah Cina sebagai produsen terbesar pertama. Indonesia merupakan negara eksportir timah nomor satu di dunia, lebih dari 90% produksinya diekpor ke manca negara.
 
Sedangkan Cina mengonsumsi hampir seluruh produksinya untuk kebutuhan domestik. Perbandingan produksi timah Indonesia dengan negara lain dapat dilihat di Grafik 1. Grafik 1. Produksi Timah Indonesia, China dan Negara-negara lain. Sumber: www.bhaktisecurities.com Cadangan timah di seluruh dunia diperkirakan sebesar 11 juta ton (US Geological Survey, 2009). Jika dikomparasikan dengan empat negara-negara penghasil timah terbesar di dunia, cadangan timah Indonesia paling sedikit. Negara dengan cadangan terbesar adalah Cina sebanyak 3 juta ton, Brasil 2,5 juta ton, Peru 1 juta ton, dan Indonesia 0,9 juta ton Dalam konteks ini, pemerintah belum menyeimbangkan aspek-aspek pendapatan negara dan reservasi atau pengamanan cadangan. Penambangan produksi timah dilakukan hanya berdasarkan upaya untuk mengejar pertumbuhan dan peningkatan pendapatan

pertambangan mineral



Menurut Pasal 34 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (“UU Minerba”), usaha pertambangan dikelompokkan atas:
1. pertambangan mineral; dan
2. pertambangan batubara.
Pertambangan mineral sendiri digolongkan atas:
1. Pertambangan mineral radioaktif;
2. Pertambangan mineral logam;
3. Pertambangan mineral bukan logam; dan
4. Pertambangan batuan.
Sebagaimana terurai pada Pasal 50 UU Minerba, Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) mineral radioaktif ditetapkan oleh Pemerintah.
Pertambangan Mineral Logam
Mengenai pertambangan mineral logam, WIUP diberikan kepada badan usaha, koperasi, dan perseorangan dengan cara lelang. Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi mineral logam WIUP diberikan dengan luas paling sedikit 5.000 hektare dan paling banyak 100.000 hektare. Pada wilayah yang telah diberikan IUP Eksplorasi mineral logam, dapat diberikan IUP kepada pihak lain untuk mengusahakan mineral lain yang keterdapatannya berbeda, setelah mempertimbangkan pendapat dari pemegang IUP pertama. Sementara, untuk pemegang IUP Operasi Produksi mineral logam diberi WIUP dengan luas paling banyak 25.000 hektare.
Pertambangan Mineral Bukan Logam
Untuk pertambangan mineral bukan logam, WIUP diberikan dengan cara permohonan wilayah kepada pemberi izin. Pemegang IUP Eksplorasi mineral bukan logam diberi WIUP dengan luas paling sedikit 500 hektare dan paling banyak 25.000 hektare. Pada wilayah yang telah diberikan IUP Eksplorasi mineral bukan logam dapat diberikan IUP kepada pihak lain untuk mengusahakan mineral lain yang keterdapatannya berbeda, setelah mempertimbangkan pendapat pemegang IUP pertama. Pemegang IUP Operasi Produksi mineral bukan logam diberi WIUP dengan luas paling banyak 5.000 hektare.

pengertian pertambangan

PENGERTIAN DAN JENIS-JENIS BARANG TAMBANG YANG ADA DI INDONESIA

Tambang, bahan tambang
Indonesia kaya akan sumbera daya alam terutama dari hasil pertambangannya. Pengertian pertambangan: Pertambangan pada dasarnya adalah usaha Pemanfaatan sumber daya alam berupa barang-barang galian yang terkandung di dalam dan dipermukaan bumi. Ada banyak jenis-jenis benda yang disebut barang tambang, dihasilkan dari pertambangan di tanah air kita antara lain :

Jenis-jenis barang tambang antara lain dapat dilihat berikut ini :
1. Minyak Bumi

Minyak bumi didapatkan dengan cara mengebor permukaan jbumi di darat atau di laut. Minyak kemudian di pompa keluar dan dialirkan melalui pipa-pipa panjang ke kilang penyulingan. Minyak mentah yang bentuknya seperti lumpur cair halrus disuling lebih dahulu sebelum dapat digunakan.

Pengeboran minyak di laut dilakukan di daerah landasan benua dan disebut pengeboran lepas pantai. Anjungan pengeboran harus dibangun di atas permukaan laut. Di atas anjungan ini pompa-pompa berkerja siang malam. Minyak mentah ditampung di tangki-tangki terapung, kemudian diangkut dengan kapal tangki kekilang penyulingan. Pengeboran minyak di laut lebih sukar dari pada di darat. Penyelam-penyelam yang ahli diperlukan untuk memasang pipa-pipa dan alat-alat pengeboran di dasar laut.


2. Gas Bumi

Hampir setiap pengeboran minyak bumi menghasilkan minyak bumi atau gas alam. Tetapi sering kali hasilnya sedikit dan tidak ekonomis, sehingga gas ini dibuang saja, yaitu dengan cara membakarnya. Pada tahun 1971 di ladang Arun Aceh ditemukan cadangan gas bumi dalam jumlah besar, penemuan ini segera diikuti oleh pernemuan lainnya di ladang Badak, Kalimantan Timur.

Hasil pengeboran gas bumi ditampung lalu dicairkan. Gas bumi yang cair disebut LNG (Liquefied Natural Gas). Sebuah kilang LNG telah didirikan di Bontang, Kalimantan Timur. Ekspor pertama LNG Bontang terlaksana pada tahun 1977, dan LNG Arun pada tahun 1987. Ekspor tersebut terutama ditujukan ke Jepang dan Korea Selatan.


3. Batu Bara

Indonesia mempunyai persediaan batu bara diperkirakan mencapai lebih dari 5 milayar ton. Tetapi kebanyakan mutunya kurang baik karena termasuk batu bara muda. Persediaan batu bara terdapat di Sumatra Selatan, Sumatra Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, dan semenanjung Cendrawasih di Irian Jaya.

Produksi batu bara Indonesia pernah mencapai 1 juta ton pada tahun 1941. Sesudah kemerdekaan produksinya sangant menurun, karena penggunaan batu bara sebagai bahan bakar diganti dengan minyak bumi. Pada tahun 1981 produksi batu bara tercatat sebanyak 350.000 ton. Sekarang pemerintah berusaha meningkatkan pemakaian batu bara sebagai bahan bakar, terutama untuk meningkatkan pembangkit listrik tenaga uap, industri semen, dan peleburan biji logam.


4. Timah

Timah yang berbentuk biji timah ini terdapat pada batuan granit. Batuan ini hancur akibat pelapukan dan erosi air, hancurnya diangkut oleh air sungai, lalu diendapkan di palung sungai atau di dasar laut. Untuk mengambil bijih timah dari laut digunakan kapal keruk besar. Lumpur yang mengandung bijih timah, yaitu bijih timah dengan kadar tinggi. Konsentrat timah harus diolah lagi hingga menjadi logam timah. Bijih timah yang masih terdapat di bukit-bukit dan merupakan bagian dari batu Granit, diperoleh dengan cara menghancurkan batuan Granit tersebut. Hancuran granit ini lalu dicuci dengan air untuk memperoleh konsentrat timah.

Timah digunakan untuk membuat kaleng, tube, bahan pelapis besi agar tidak berkarat, dan untuk patri. Logam ini sangat lunak, sehingga dapat dibuat sangat tipis serupa kertas. Kertas timah dipakai untuk pembungkus rokok, permen, coklat dan sebagainya.

Indonesia adalah negara penghasil timah keempat di dunia, setelah Malaysia, Bolivia, dan Thailand. Penambangan timah dilaksanakan di pulau Bangka, Singkep, Benakinang dan Riau Daratan.

Pengolaha bijih timah menjadi logam timah dilaksanakan oleh perusahaan timah Bangka, pabriknya terdapat di Muntok. Sebagian besar timah Indonesia diekspor ke Singapura dan negara-negara Eropa Barat. Sisanya digunakan oleh perusahaan-perusahaan dalam negeri.


5. Bijih Besi

Besi sangat dibutuhkan untuk segala macam kebutuhan. Pada zaman modern, loga besi hampir tidak pernah tertinggal dalam semua kegiatan belajar manusia, misalnya di lingkungan banyak kegiatan belajar yang menggunakan besi.

Di Indonesia terdapat banyak tempat yang mengandung biji besi, yaitu di Sumatra Barat, Lampung, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, Irian Jaya dan Jawa Barat. Tetapi penambangan dan peleburan belum dapat dilaksanakan secara besar-besaran, karena kekurangan batu bara dari jenis yang baik. Sebagian batu bara Indonesia dipakai untuk mencukupi kebutuhan bahan bakar PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) dan Pabrik semen.


6. Tembaga

Tembaga sangat diperlukan terutama untuk peralatan listrik karena dapat menghantarkan listrik yang baik. Tembaga juga dipakai untuk membuat kuningan dan serta berbagai keperluan lainnya.

Di Indonesia, penambangan tembaga secara besar-besaran baru dilaksananak di Irian Jaya. Penambangan modern ini didirikan oleh perusahaan Freeport dari Amerika Serika pada tahun 1972. Mereka juga membangun kota Tembagapura pada ketinggian 2500 m di atas permukaan laut. Tempat pembuangannya terletak pada ketinggian 3500 m di lereng Pegunungan Sudirman. Bijih tembaga di Irian Jaya juga mengandung bijih emas dan perak.

Bijih tembaga diolah menjadi konsentrat di pabrik pelabuhan di Tembagapura. Konsentrat tembaga kemudian diangkut melalui pipa sepanjang 100 km lebih kepelabuhan Amamapare. Sebagian besar hasil diekspor ke Jepang.


7. Mangan 

Logam Mangan berwarna hitam dan berat. Mangan diperlukan untuk membuat batu baterai dan untuk campuran besa dalam pembuatan baja. Penambangan mangan dilakukan di Karangnunggal, dekat Tasikmalaya, dan KUlonprogo. Yogyakarta. Batu gunung yang banyak mengandung mangan diambil, lalu diolah di pabrik untuk diambil manganya. Pabrik pengolahan ini masih memakai cara kerja sederhana.

Sebagai hasil mangan dipakai dalam industri baterai dan selebihnya di ekspor ke Jepang dan Belanda.


8. Bauksit

Bauksit adalah bijih alumunium. Logam alumunium sangat banyak kegunaannya. Karena ringan dan tidak mudah berkarat. Alumunium dipakai untuk membuat badan pesawat terbang, kapal laut, alat-alat dapur, perkakas rumah tangga, uang logam dan sebagainya.

Bauksit diperoleh dalam bentuk lumpur basah. Lumpur ini dikeruk dengan alat-alat modern, kemudian dicuci. Untuk melebur bauksit menjadi logam alumunium diperlukan tenaga listrik yang sangat besar.

Daerah penambangan bauksit adalah Pulau Bintang dan Pulau Koyang di Kepulauan Riau. Di Kalimantan Barat jug terdapat bauksit, tetapi penambangannya belum diusahakan. Pabrik peleburan bauksit pertama di Indonesia terlah dibangun di Sumatra Utara, dengan mendapat tenaga listrik dari PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) Asahan. Sebelum pabrik ini berfungsi, semua bauksit diekspor untuk dilebur di luar negeri.

Ekspor bauksit terutama ditujukan ke Jepang. Dengan adanya pabrik peleburan bauksit di Sumatra Utara, bauksit dapat diolah di dalam negeri dan diekspor dalam bentuk almunium.


9. Nikel

Logam nikel berwarna putih dan kelabu, keras seperti besi dan tidak mudah berkarat. Nikel dicampur dengan besi agar besi lebih baik mutunya, atau menjadi baja. Nikel juga dicampur dengan logam lain, misalnya tembaga, untuk membuat kuningan dan perunggu. Selain itu nikel digunakan sebagai bahan pembuat uang logam.

Daerah utama penghasil logam nikel adalah Soroako Sulawesi Selatan dan Pomala di Sulawesi Tenggara. Penambangan secara terbuka dilakukan di Soroako, yang dilengkapi dengan pabrik peleburah modern. Pabrik ini didirikan bekerja sama dengna perusahaan Kanada. Bijih nikel di sini mengandung logan nikel 2% - 4% tetapi setelah dilebur kandungan nikelnya dapat mencapai 75%. Bijih nikel yang telah dilebur diekspor ke Jepang.


10. Emas dan Perak

Logam emas merupakan cadangan kekayaan suatu negara. Selain itu logam emas dan perak juga dijadikan perhiasan, uang logam, barang kerajinan dan harta simpanan.

Emas dan perak diperoleh dengan cara menumbuk sampai hancur batu yang mengandung logam ini. Hancurnya lalu dilimbang (didulang) dengan air. Emas dan perak mengendap dan dapat diambil dengan mudah. Cara lain adalah dengan mengeruk pasir dan lumpur sungai yang mengandung emas dan perak. Pasir dan lumpur ini lalu dilimbang dengan air untuk mengendapkan emas dan peraknya.


11. Aspal Alam

Satu-satunya penghasil aspal alam di Indonesia adalah Pulau Buton di Sulawesi Tenggara. Penambangan oleh perusahaan Buton Aspla, yang di bawahi Departemen Pekerjaan Umum. Produksi aspal alam Pulau Buton terus meningkat dari tahun ke tahun.


12. Belerang


Belerang didapatkan dari sekitar gunung berapi. Tempat-tempat yang banyak menghasilkan belerang ialah Gunung Tankubanperahu, Talaga Bodas, dan Ciremai di Jawa Barat. Pengunungan Dieng di Jawa Tengah, gunung Sorikmarapi di Sumatera Utara dan gunung Makawu di Sulawesi Utara. Belerang banyak digunakan dalam industri kimia, korek api, dan ban mobil.


13. Fosfat

Fosfat dihasilkan dari bekas-bekasa gua pada pegunungan kapur. Dahulu kala gua-gua tersebut dihuni oleh kelelawar. Tumpukan kotoran kelelawar akhirnya berubah menjadi fosfat.

Fosfat merupakan bahan utama untuk pembuatan pupuk  yang mengandung fosfor. Fosfat banyak ditemukan di pegunungan-pegunungan kapur di Jawa.


14. Batu Gamping

Batu gamping atau batu kapur banyak digunakan untuk bahan bangunan, bahan utama pembuatan semen dan bahan ikan pada peleburan bijih besi. Kapur juga berguna sabagai pupuk tanah yang kekurangan zat kapur. Tanah semacam itu banyak dijumpai di daerah bekas rawa.

Batu  gamping dihasilkan dari bukit atau pegunungan kapur di pulau-pulau di Indonesia seperti Pulau Jawa, Sumatra utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Bali bagian selatan, dan Irian Jya bagian selatan. Batu Gamping juga dapat diambil dari batu-batu karang di dasar laut dangkal di dekat pantai.

Cara pengambilan batu kapur disebut penggalian, bukan penambangan, karena orang hanya perlu menggali bukit-bukit kapur dan karang pantai, lalu mengangkut hasilnya. Batu kapur untuk bahan bangunan harus dibakar terlebih dahalu,. Batu gamping adalah bahan utama untuk membuat semen.


15. Batu Pualam

Batu pualam atau marmer berasal dari batu kapur yang telah berubah bentuk, karena mendapat panas tinggi dan tekanan besar. Batu pualam digunakan untuk lantai dan lapisan tembok bangunan. Batu pualam juga dapat diukir menjadi patung.

Penggalian batu pualam dilakukan di Trenggalek dan Tulungagung (Jawa Timur), dan dekat Banjarnegara (Jawa Tengah). Batu Pualam diperoleh dengan cara mengambil bungkah-bungkah batu pualam dari bukit-bukit, lalu bungkah ini digergaji menjadi lempengan sesuai dengan bentuk yang dikehendaki. Kemudian diasah sehingga menjadi mengkilap.


16. Intan

Intan adalah yang paling keras di antara batu-batu yang ada dipermukaan bumi. Oleh karena itu intan dapat dipakai untuk mata bor dalam penggalian bahan tambang. Tetapi karena keindahannnya, intan kebanyakan dijadikan batu permata.

Penggalian atau pendulangan intan dilakukan dengan cara menggali tanah, yang kemudian dilimbang dengan air, intan dicari diantara tanah pasir dan kerikil hasil galian tersebut. Intan yang diperoleh masih merupakan intan mentah. Setelah digosok baru menjadi intan permata.

Daerah Cempaka Martapura di propinsi Kalimantan Selatan merupakan tempat pendulangan intan yang paling terkenal di Indonesia. Pendulangan ini dilakukan oleh penduduk setempat dengan cara sederhana. Usaha penggosokan intan menjadi permata juga terdapat di Kota Martapura kalimatan selatan ini.


17. Bahan Galian Industri lainnya:
  1. Kaolin, tergolong bahan industri yang penggunaanya sangat luas dalam industri keramik, bahan tahan api, genteng, batu merah, industri semen, dan sebagainya.
  2. Endapat kaolin terdapat di Jawa, Sumatera (Bangka, Belitung), Kalimantan, dan Sulawesi.
  3. Pabrik pengolahan kaolin terdapat di Tanjung Pandang (Belitung) yang diusahakan oleh PT. Kaolin.
  4. Pasir kuarsa, digunakan sebagai bahan baku dalam industri gelas, keramik, alat-alat penggosok (amplas), filter (saringan), industri semen, dan batu tahan api. Bahan galian terdapat di beberapa tempat yaitu, Jawa, disepanjang pantai disebelah utara Bojonegoro dan Tuban, Madura di pantai utara, pantai Sumatra bagian timur, Bangka, Belitung, dan Lampung, Kalimantan, Balikpapan, Martapuran, dan Kutai. 

Jumat, 06 Maret 2015

pertambangan mas

Pertambangan Mineral Logam Emas dan Batuan di Tapanuli Bagian Selatan: Seberapa Besar Potensinya?

Kandungan mineral logam (khususnya emas dan perak) sudah sejak lama tersimpan di daerah Tapanuli Bagian Selatan, tepatnya di Kabupaten Tapanuli Selatan,  Kabupaten Mandailing Natal dan Kabupaten Padang Lawas. Secara khusus, deposit emas yang sangat besar di Kecamatan Batangtoru Kabupaten Tapanuli Selatan, sekalipun kegiatan eksplorasi sudah dilakukan dalam dua dekade terakhir ini, namun baru dua tahun terakhir menunjukkan titik terang ke fase produksi (eksploitasi). Sementara itu potensi batuan (seperti pasir dan kerikil) merupakan kekayaan lain yang penyebarannya cukup merata di Tapanuli Bagian Selatan tetapi hanya sejumlah desa di kecamatan tertentu yang dapat dianggap sebagai lumbung yang potensial.

Deposit Emas Batangtoru

Sejauh ini, potensi deposit emas terbesar di Tapanuli Bagian Selatan terdapat di Kecamatan Batangtoru. Sebagaimana diketahui di lokasi proyek tambang Martabe memiliki deposit yang dapat diproduksi diperkirakan sebanyak 6,5 ton emas dan perak 66,4 ton per tahun selama 10 tahun ke depan. Namun yang sudah dipastikan, cadangan emasnya sekitar 2,7 ton dan perak 32,8 ton. Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang sekarang di proyek Martabe adalah G-Resources Group Limited Hongkong (yang sebelumnya dikuasai oleh  Aginrcourt, Australia seluas).

Perusahan ini dikabarkan menguasai wilayah pertambangan seluas 163.927 Ha yang seberan lokasinya membentang di wilayah lima kabupaten/kota: Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Mandailing Natal dan Kota Padang Sidempuan. Investasi yang ditanamkan perusahaan ini sekitar US$ 440 juta atau sekitar Rp 3,5 Triliun lebih. Pertambangan emas di Batangtoru sempat tertunda karena adanya peralihan kepemilikan yang sebelumnya ada pada Aginrcourt, Australia menjadi G. Resources, Hongkong. Sebelumnya, Agricourt sempat menghentikan kegiatan eksplorasi dan rencana eksploitasi tambang emas di Batangtoru karena perusahaan ini mengalami kesulitan keuangan  akibat dampak krisis keuangan global.

Lokasi Proyek Pertambangan Emas

G-Resources sudah memulai kegiatan konstruksi dan proyek Martabe dijadwalkan akan melakukan produksi perdana Desember 2011 ini. Hasil tambang ini akan di angkut ke Australia dari lokasi eksploitasi dialirkan melalui pipa besar menuju pantai/laut sebelah barat Batangtoru. Belakangan ini dikabarkan bahwa G-Resources Group Limited juga telah menemukan zona mineralisasi emas baru di sekitar proyek Martabe, Lokasi baru yang cukup prospek ini berada di wilayah yang dikenal dengan nama Horas atau Barani Selatan yang lokasinya hanya tiga kilometer dari lokasi konstruksi proyek tambang emas Martabe.

Eksplorasi vs Pertambangan Rakyat di Madina

Sementara itu yang melakukan eksplorasi pertambangan emas di Kabupaten Mandailing Natal adalah PT Sorik Mas Mining (sebanyak 75 persen saham dimiliki Sihayo Gold Limited dan sisanya 25 persen dimiliki PT Aneka Tambang). Perusahaan ini sudah sejak 1998 sebagai pemegang kuasa pertambangan (kontrak karya) di wilayah ini yang mencakup Kecamatan Kotanopan, Kecamatan Muara Sipongi dan Kecamatan Ulu Pungkut dengan area wilayah pertambangan seluas 24.300 Ha. Sementara seluas 41.900 Ha yang lain terletak di Kecamatan Siabu, Bukit Malintang dan Panyabungan Utara. Area kontrak PT SMM sebagian besar berada di Taman Nasional Batang Gadis (TNBG). Kegiatan PT Sorik Mas Mining di Kabupaten Madina selaku pemegang IUP yang sekarang sudah beberapa kali melakukan perpanjangan kegiatan eksplorasi. Sementara PT Sorik Mas Mining melakukan kegiatan eksplorasi, pada waktu yang bersamaan tampak semakin marak penambangan emas liar di perbukitan Kecamatan Huta Bargot, Kabupaten Mandailing Natal.

Emas dan  Batubara di Padang Lawas

Selain di Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kabupaten Mandailing Natal juga terdapat potensi yang cukup besar emas dan batubara di Kabupaten Padang Lawas. Wilayah yang sangat berpotensi sebagai wilayah pertambangan yang menarik investor meliputi Kecamatan Batang Lubu Sutam, Kecamatan Sosopan dan Kecamatan Sosa. Di daerah ini tidak saja emas yang  tersimpan juga terdapat potensi batu bara dan timah hitam.

“Kontrak Karya” dan “Bagi Hasil”: Daerah Dapat Apa?

Sayangnya, sampai saat ini kedua perusahaan multi nasional sebagai pemegang IUP (sebelumnya dikenal sebagai pemegang kontrak karya) tersebut masih belum pernah memberikan kontribusi apa-apa untuk daerah. Sebagaimana PT Sorik Mas Mining yang masih fase eksplorasi dan G-Reources yang sudah pada fase konstruksi proyek untuk produksi, maka hasil bumi sebagaimana dinyatakan dalam UUD 1945 belum terasakan untuk kepentingan rakyat. Sambil menunggu, mari kita perhatikan hitung-hitunganya.

Sesuai UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) dan PP No. 23 Tahun 2010 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara pemegang IUP wajib membayar pendapatan Negara dan pendapatan daerah. Negara dalam hal ini Pemerintah akan memperoleh sebagai pendapatan negara dari penerimaan pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan bea masuk dan cukai, juga dari penerimaan bukan pajak yang terdiri dari iuran tetap, iuran eksplorasi, iuran produksi dan kompensasi data informasi. Sementara pendapatan daerah terdiri dari pajak daerah dan retribusi daerah serta pendapatan  lain yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Besarnya pajak dan penerimaan bukan pajak yang dipungut dari pemegang IUP ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selain itu, setiap keuntungan bersih perusahaan sejak berproduki, Pemerintah mendapat bagian 4 (empat) persen dan pemerintah daerah sebanyak 6 (enam) persen. Bagian pemerintah daerah diatur sebagai berikut:  pemerintah provinsi 1 (satu) persen; pemerintah kabupaten penghasil 2,5 (dua koma lima) persen; dan kabupaten/kota lainnya di dalam provinsi sebanyak 2,5 (dua koma lima) persen. Dengan demikian maka keuntungan dari kegiatan produksi tambang untuk investor (perusahaan) sebesat 90 (sembilan puluh) persen dan sisanya buat negara/rakyat (pemerintah) sebesar 10 (sepuluh) persen.

Apakah 10 persen itu banyak atau sedikit? Bukankah deposit emas itu pemiliknya adalah kita? Tampaknya persentase keuntungan itu jelas sangat-sangat kecil. Tapi sebelum keuntungan ditakar kita sudah memungut banyak pulus mulai dari di pintu pelabuhan atas bea masuk dan cukai terhadap komponen-komponen yang menjadi faktor produksi baik pada fase eksplorasi maupun pada fase eksploitasi. Juga pundi-punsi kita telah terisi oleh pajak-pajak dan iuran-iuran baik pada tingkat nasional maupun pada tingkat daerah. Masih ada lagi: perusahaan melakukan pembelian terhadap barang dan jasa lokal, upah untuk tenaga local, energy dan mungkin menyumbang buat masyarakat sebagai CSR.

Oke, terserah bagaimana mekanisme hitung-hitungannya. Namun yang perlu diperhatikan semua hitungan tersebut sudah barang tentu terkait dengan penerimaan (revenue) dan biaya-biaya produksi (cost). Selisih revenue dengan cost itu yang disebut keuantungan (profit). Revenue adalah perkalian harga internasional dengan berapa banyak yang diproduksi. Untuk perihal cost sangat-sangat rumit dan tidak sesederhana yang kita bayangkan.

Jelas untuk menambang ‘harta karun’ Tapanuli Bagian Selatan membutuhkan biaya yang maha besar dan pemerintah daerah jelas tidak akan mampu. Karena itu, kita perlu mengundang investor (umumnya perusahaan asing) untuk mengusahakannya: eksplorasi, menambang dan juga sebagai pembeli bukan? Bagaimana perusahaan membiayai operasinya? Awalnya dengan uang tunai lalu kemudian dengan barang. Bukankah biaya harus dikeluarkan lebih dulu sebelum untung bisa ‘dihisap’. Semua teknologi yang digunakan, gaji para top management, cost of capital serta pajak-pajak dan iuran-iuran adalah bagian dari biaya itu sendiri.

Nah, kalau perusahaan mau untung ‘gede’ maka kemungkinan curang dengan cara ‘mark-up’ bisa terjadi. Barang yang seharusnya bisa disediakan local harus didatangkan dari negara lain, tenaga kerja professional yang sudah ada di negeri ini dikesampingkan dengan macam-macam alasan untuk digantikan dengan tenaga asing. Harga barang dan upah dari luar sudah barang tentu sangat mahal bukan? Lalu bagaimana dengan harga produk? Jelas tidak mungkin lebih mahal dari harga pasar, toh juga pembelinya bukan melalui pasar terbuka melainkan pembelinya adalah perusahaan itu sendiri yang memiliki pabrik pengolahan yang lokasinya berada di negaranya.        

Lalu bagaimana kita memahami kembali amanat dari ‘semua kekayaan dimiliki oleh negara untuk kesejahteraan rakyat’. Apakah sudah cukup adil? Habibie (mantan Presiden RI) hari ini menyebut pengalihan kekayaan alam Indonesia termasuk yang di Batangtoru ke pihak asing dianggapnya bentuk VOC gaya baru. Lho, koq? Dulu, VOC adalah kepanjangan tangan dari sebuah organisasi kamar dagang Belanda yang mengeruk kekayaan nusantara. Habibie menyebut mekanisme yang dimainkan oleh VOC gaya baru yang sekarang seakan kita hanya sekadar membeli jam kerja bangsa lain: kita yang punya kekayaan, kita harus bayar mahal, kita dapat untung lebih sedikit, tenaga kerja (professional dan non professional) tidak diberi kesempatan, produk alam kita yang lain seperti bahan baku dan bahan penolong dan lainnya tidak teroptimalkan. Oleh karenanya, sudah waktunya semua kontrak-kontrak yang ada direview agar lebih berkeadilan bagia bangsa dan rakyatnya. Memang di satu pihak kita masih tetap membutuhkan investor (utamanya investor asing), tapi di pihak lain jangan lupa kita juga perlu menjaga martabat bangsa. Sebagai catatan bahwa hingga Februari 2010 tercatat terdapat 8.020 izin Kuasa Pertambangan (KP) yang harus diubah menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP) sesuai UU No 4 Tahun 2009.

Pajak Daerah Mineral Bukan Logam dan Batuan

Di dalam Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba), wilayah pertambangan terdiri dari wilayah usaha pertambangan (WUP), wilayah pertambangan rakyat (WPR) dan wilayah pencadangan nasional (WPN). WUP dilakukan oleh Pemerintah (pusat) setelah berkordinasi dengan pemerintah daerah dan disampiakan sevara tertulis kepada DPR (pusat). WPR ditetapkan oleh bupati/walikota setelah berkonsultasi dengan DPRD kabupaten/kota. Untuk kepentingan strategis nasional, Pemerintah dengan persetujuan DPR dan dengan memperhatikan aspirasi daerah menetapkan WPN sebagai daerah yang dicadangkan untuk komoditas tertentu dan daerah konservasi dalam rangka menjaga keseimbangan ekosistem dan lingkungan. WPN ini dapat diusahakan sebagian luas wilayahnya dan WPN ditentukan batasan waktu. Wilayah yang akan diusahakan pada WPN atau eks WPN berubah statusnya menjadi Wilayah Usaha Pertambangan Khusus (WUPK).

Usaha pertambangan di dalam Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) diuraikan secara lebih terperinci. Usaha pertambangan (UP) dikelompokkan atas pertambangan mineral dan pertambangan batubara (termasuk batuan aspal dan gambut). Pertambangan mineral sendiri digolongkan atas: (a) Pertambangan mineral radioaktif, (b) Pertambangan mineral logam, (c) Pertambangan mineral bukan logam, dan (d) Pertambangan batuan.

Sementara itu, pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintah daerah. Kebijakan pajak daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat, dan akuntabilitas dengan memperhatikan potensi daerah. Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah, perlu dilakukan perluasan objek pajak daerah serta pemberian diskresi dalam penetapan tarif.  Untuk itu dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dilakukan perubahan agar lebih sesuai dengan kebijakan otonomi daerah, dimana daerah diberi kewenangan yang lebih besar dalam perpajakan dengan memperluas basis pajak daerah dan kewenangan kepada daerah untuk menetapkan tarif.

Pajak daerah merupakan pajak dalam konteks daerah yang dapat dipungut oleh pemerintah daerah, dalam hal ini pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota. Pajak daerah diatur berdasarkan Peraturan Daerah dan hasilnya untuk membiayai pembangunan daerah. Dari segi kewenangan pemungutan pajak atas objek pajak daerah, pajak daerah dibagi menjadi dua, yakni : pajak daerah yang dipungut oleh provinsi dan pajak daerah yang dipungut oleh kabupaten/kota. Berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009, ada 11 jenis pajak daerah yang dapat dipungut oleh kabupaten/kota dengan tarif pajak tertentu. Salah satu pajak daerah yang dimaksud adalah Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan.

Mineral bukan logam meliputi antara lain intan, pasir kuarsa, belerang, asbes, mika, bentonit, gypsum, tawas, batu kuarsa, batu gamping untuk semen dan sebagainya. Batuan meliputi jenis dan bentuk yang beragam yang antara lain: marmer, granit, andesit, tanah liat, tanah urug, batu apung, Kristal kuarsa, giok, batu gunung quarry besar, kerikil galian dari bukit, kerikil sungai, batu kali, kerikil sungai ayak tanpa pasir, pasir urug, pasir pasang, kerikil berpasir alami (sirtu), tanah merah (laterit) batu gamping, pasir laut dan lain sebagainya.

Pada Tabel-1 disajikan persentase desa yang memiliki galian-C menurut kecamatan di Tapanuli Bagian Selatan. Terminologi galian golongan C yang sebelumnya terdapat dalam UU No. 11 Tahun 1967 telah diubah berdasarkan UU No.4 Tahun 2009 menjadi batuan. Pemberian izin usaha pertambangan batuan sesuai Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 dilakukan dengan cara permohonan wilayah. Permohonan wilayah maksudnya adalah setiap pihak badan usaha, koperasi atau perseorangan yang ingin memiliki IUP harus menyampaikan permohonan kepada menteri, gubernur atau bupati walikota sesuai kewenangannya. Pembagian kewenangan menteri, gubernur dan bupati/walikota adalah: (a) Menteri ESDM, untuk permohonan wilayah yang berada lintas wilayah provinsi atau wilayah laut lebih dari 12 mil dari garis pantai, (b) Gubernur, untuk permohonan wilayah yang berada lintas wilayah kabupaten/kota dalam satu provinsi atau wilayah laut 4 (empat) sampai dengan 12 mil, dan (c) Bupati/walikota, untuk permohonan wilayah yang berada di dalam satu wilayah kabupaten/kota atau wilayah laut sampai dengan 4 (empat) mil. Sumber: Dikompilasi dari berbagai sumber (Akhir Matua Harahap)



Tabel-1. Jumlah (persentase) desa yang memiliki galian-C menurut
kecamatan di Kab. Mandailing Natal, Kab. Tapanuli Selatan, 
Kab. Padang Lawas Utara,Kab. Padang Lawas, dan 
Kota Padang Sidempuan
Kecamatan
Jumlah
desa
Desa ada galian-C
Jumlah
Persen
Batahan
18
17
94.4
Sinunukan
13
1
7.7
Batang Natal
31
18
58.1
Lingga Bayu
18
4
22.2
Ranto Baek
16
2
12.5
Kotanopan
36
7
19.4
Ulu Pungkut
13
0

Tambangan
20
1
5.0
Lembah Sorik Marapi
9
0

Puncak Sorik Marapi
11
0

Muara Sipongi
15
5
33.3
Pakantan
8
0

Panyabungan
38
13
34.2
Panyabungan Selatan
11
0

Panyabungan Barat
10
0

Panyabungan Utara
12
0

Panyabungan Timur
15
3
20.0
Huta Bargot
13
1
7.7
Natal
29
3
10.3
Muara Batang Gadis
17
4
23.5
Siabu
24
1
4.2
Bukit Malintang
11
0

Naga Ujung
7
0

Kab. Mandailing Natal
395
80
20.3




Batang Angkola
57
1
1.8
Sayur Matinggi
54
3
5.6
Angkola Timur
39
2
5.1
Angkola Selatan
18
4
22.2
Angkola Barat
24
1
4.2
Batang Toru
29
3
10.3
Marancar
32
0

Muara Batang Toru
7
1
14.3
Sipirok
96
1
1.0
Arse
31
2
6.5
Saipar Dolok Hole
68
0

Aek Bilah
42
0

Kab. Tapanuli Selatan
497
18
3.6




Batang Onang
32
7
21.9
Padang Bolak Julu
23
0

Portibi
38
10
26.3
Padang Bolak
77
10
13.0
Simangambat
34
1
2.9
Halongonan
44
0

Dolok
86
3
3.5
Dolok Sigompulon
44
17
38.6
Hulu Sihapas
8
2
25.0
Kab. P. Lawas Utara
386
50
13.0




Sosopan
22
0

Ulu Barumun
15
5
33.3
Barumun
41
13
31.7
Lubuk Barumun
24
2
8.3
Sosa
39
2
5.1
Batang Lubu Sutam
28
1
3.6
Hutaraja Tinggi
31
2
6.5
Huristak
27
3
11.1
Barumun Tengah
77
1
1.3
Kab. Padang Lawas
304
29
9.5




P. Sidempuan Tenggara
18
10
55.6
P. Sidempan Selatan
12
4
33.3
P. Sidempuan Batunadua
15
3
20.0
P. Sidempuan Utara
16
3
18.8
P. Sidempuan Hutaimbaru
10
1
10.0
P. Sidempuan Angkola Julu
8
2
25.0
Kota Padang Sidempuan
79
23
29.1

Sumber: Diolah dari Podes (BPS) 2008